Kota Kreatif dan Ekonomi Kreatif

Catatan saya dari pertemuan dua hari di Chiang Mai (tg 3 dan 4 April 2014).

Seharusnya, kota kreatif itu tidak menyempit pada ekonomi kreatif.

Kota kreatif tidak harus berarti “kota dengan ekonomi kreatif yang berkembang”.

Kota kreatif adalah kota yang terus menerus secara kolektif mampu menyelesaikan masalah-masalahnya, terutama dalam kaitannya juga dengan ekologi.

Bandung kota kreatif? Masalah sampah yang mendasar tidak beres. Banyak orang kreatif di Jakarta? Kota-nya termasuk yang paling bodoh dengan segala permasalahannya. Banyak kota yang dari dulu sudah kreatif karena masyarakatnya bersama pemerintahnya mampu terus-menerus menyesuaikan diri memecahkan masalah dan tantangan yang dihadapinya. Yogya mungkin contoh yang baik? Tapi tidak pernah disebut “kota kreatif.”

Setiap kota mempunyai “Aset Kreatif”. Dalam perspektif pembangunan berdasarkan aset (John Friedmann), Aset Kreatif dan Intelektual hanyalah salah-satu kelompok aset yang harus diperhatikan kota. Akan cilaka kalau hanya Aset Kreatif yang diperhatikan. Selain itu, penting diperhatikan bahwa pembangunan (berdasarkan aset) yang baik adalah yang bertumpu pada aset yang mengakar pada tiap kota, dan terus menerus memupuknya, bukan menggerusnya.

Dan ekonomi kreatif seharusnya:

  • Bukan hanya asal bikin produk yang diinginkan, tapi produk yang diperlukan (dalam konteks: negara sedang berkembang dan ekologi).
  • Bukan hanya disain, tapi disain yang bertujuan ekologis. Bikinlah sesuatu bukan hanya untuk atau berpusat pada manusia, tapi pada alam.
  • Bukan hanya mengikuti design-thinking, tetapi critical-thinking. Janganlah merancang itu hanya menjadi kegiatan otomatis yang diperintahkan oleh pola yang ada. Jangan jadi “automaton”. Berpikir lah.
  • Bukan hanya menyangkut hasil akhir, tetapi juga proses. Janganlah kita hanya berusaha terus menerus memenuhi kebutuhan kita dengan memanfaatkan alam, melainkan seharusnya mengubah diri kita untuk menyesuaikan diri kepada alam. Bukan sekedar memenuhi tuntutan hidup, tapi mengubah kehidupan.

Kalau catatan-catatan di atas tidak diikuti, saya khawatir ekonomi kreatif hanya menambah sampah yang membebani alam, membebani kehidupan dengan memanjakan konsumtivisme. Dan kita tidak memanfaatkan kreativitas kita untuk memperdalam kehidupan.

This entry was posted in Communities, Jakarta, Nature and Environment, Uncategorized, Urban Development, Urban Life and tagged , , . Bookmark the permalink.

4 Responses to Kota Kreatif dan Ekonomi Kreatif

  1. T.S.P. says:

    Reblogged this on STUDIA.GENERALIA and commented:
    Marco’s notes on Creative City.

    Like

  2. Reblogged this on Blog Mas Azam and commented:
    refleksi untuk kota..

    Like

  3. Setuju pak. Dari kota kreatif itu akan menghasilkan ekonomi yang kreatif.

    Permisi, saya Andreas Aditya Mahendra, mahasiswa FE UI. Saya juga merupakan anggota pers kampus, yaitu Badan Otonom Economica FE UI. Saat ini, organisasi kami akan membuat majalah. Salah satu rubriknya akan diisi rubrik sudut pandang, yaitu pemikiran seorang tokoh. Dan rencana tim kami, kami akan menjadikan bapak sebagai narasumber kaitannya tentang sudut pandang terhadap Tata Kota Jakarta. Apakah bapak bersedia? Oleh karena itu, bersama dengan komentar ini, saya mohon diberikan kontak handphone bapak untuk memudahkan komunikasi jika bapak bersedia. Dukungan dari bapak Marco akan akan sangat membantu kami dalam berkarya dan membantu masyarakat untuk mengetahui tentang kondisi tata kota Jakarta dari perspektif bapak.

    Terima kasih.
    Salam. (Jika ingin membalas via phone bisa juga langsung ke 085642055640)

    Like

  4. Ya setuju sekali…jadi hasil di Chiang May contoh productnya apa yang dibuat sehingga sesuai dengan kriteria yg dimaksud ?

    Like

Leave a comment